Senin, 24 Mei 2010

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani yang sangat penting. Air susu sebagai sumber gizi berupa protein hewani sangat besar manfaatnya bagi bayi, bagi mereka yang sedang dalam proses pertumbuhan, bagi orang dewasa, dan bahkan bagi yang berusia lanjut. Susu memiliki kandungan protein cukup tinggi, sehingga sangat menunjang pertumbuhan, kecerdasan, dan daya tahan tubuh.
Pada dasarnya, antara persediaan dan permintaan susu di Indonesia terjadi kesenjangan yang cukup besar. Kebutuhan atau permintaan jauh lebih besar daripada ketersediaan susu yang ada. Berdasarkan kondisi tersebut, usaha sapi perah untuk menghasilkan susu segar sangat prospektif.
Usaha ternak sapi perah di Indonesia masih bersifat subsisten oleh peternak kecil dan belum mencapai usaha yang berorientasi ekonomi. Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta pengetahuan/ketrampilan petani yang mencakup aspek reproduksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem recording, pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit. Selain itu pengetahuan petani mengenai aspek tata niaga harus ditingkatkan sehingga keuntungan yang diperoleh sebanding dengan pemeliharaannya. Inilah yang menjadi latar belakang dilaksanakannya Praktek Lapang Produksi Ternak Perah di Kabupaten Enrekang.

Maksud dan Tujuan
Maksud diadakannya Praktek Lapang Produksi Ternah Perah adalah untuk mengetahui bentuk aspek hukum, aspek teknis, aspek organisasi dan manajemen, aspek keuangan dan kelayakan usaha pada Usaha Peternakan Sapi Perah pak Sanusi di Kabupaten Enrekang.
Adapun tujuan dari Praktek Lapang Produksi Ternah Perah ini adalah meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai manajemen sapi perah yang baik sehingga akan berdampak pada peningkatan produksi dan ekonomi ternak perah.

METODE PRAKTEK

Waktu dan Tempat
Praktek Lapang Ilmu Produksi Ternak Perah dilaksanakan pada hari Sabtu – Minggu, 07 – 08 November 2009, bertempat di Peternakan Rakyat milik Pak Sunusi Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan.
Metode Praktek
Metode yang digunakan pada Praktek Lapang Produksi Ternak Perah ini yaitu dengan menggunakan data primer. Data primer diperoleh dengan observasi dan wawancara secara langsung

PEMBAHASAN

A. Aspek Hukum
1. Izin Usaha
Izin usaha peternakan sapi perah Peternakan Rakyat milik Pak Sunusi Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang pada tahun 2003 dengan No Surat Izin : 1192/20-18/SIUP-CV/III/2003. Hal ini sesuai Anonima (2009), menyatakan bahwa aspek hukum pendirian suatu usaha peternakan mencakup beberapa hal sebagai berikut :
Dasar Hukum
♪ Keputusan Bupati Nomor 42 Tahun 2002 Tentang Izin Usaha Peternakan.
♪ Keputusan Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan nomor : 524/2829, 2830, 2831 Tahun 2002 Binus / tentang syarat-syarat teknis perusahaan peternakan ayam ras, petelur, pedaging, perusahaan peternakan sapi potong dan perusahaan sapi perah.
Tata Cara
a. Pengawasan
• Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan melaksanakan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan izin usaha peternakan.
Bimbingan dan pengawasan dapat dilakukan dalam bentuk langsung yaitu dilokasi kegiatan dan tidak langsung dapat berupa penyampaian laporan secara tertulis mengenai kegiatan peternakan oleh perusahaan peternakan.
b. Izin Prinsip
• Persetujuan prinsip diberikan kepada perusahaan peternakan untuk melakukan persiapan kegiatan fisik dan administrasi (Perijinan Lokasi, IMB, Izin Tempat Usaha/ HO, Izin tenaga Kerja Asing, UKL/UPL, Izin Pemasukan ternak, Perjanjian Kerja Sama budidaya dengan Plasma).
• Persetujuan prinsip berlaku selama jangka waktu 1 tahun dan dapat diperpanjang lagi selama 1 tahun.
• Izin Usaha Peternakan diberikan setelah perusahaan siap melakukan kegiatan produksi, selambat-lambatnya 5 hari kerja setelah diterimanya permohanan. Kepala Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan atau pejabat yang ditunjuk mengadakan pemeriksaan kesiapan perrusahaan.
• Hasil pemeriksaan disampaikan kepada Kepala Dinas Peternakan Perikanan dan kelautan sebagai dasar dibuatnya atau ditolaknya Izin Usaha Peternakan.
• Selambat-lambatnya 5 hari kerja setelah pemeriksaan kesiapan, Kepala Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan menerbitkan / menunda atau menolak Izin Usaha Peternakan.
• Pemohon membuat banding ditujukan kepada Bupati.

2. Lokasi Usaha
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, maka diperoleh data batasan wilayah lokasi usaha sapi perah milik Pak Sanusi adalah sebagai berikut :
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kelurahan Passereng
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Camba
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kelurahan Pinang
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kelurahan Juppandang
Lokasi peternakan sapi perah ini berada di daerah dengan curah hujan dan iklim yang cukup stabil sehingga cukup mendukung untuk pemeliharaan sapi perah khsususnya bangsa Fries Holland (FH) yang relatif membutuhkan suhu lingkungan yang rendah. Posisi kandang pada peternakan sapi perah ini berada tepat di belakang rumah penduduk (Pak Sanusi) sehingga lebih memudahkan dalam proses pemeliharaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Insan (2009), yang menyatakan bahwa lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang.

B. Aspek Teknis dan Produksi
1. Sistem Pemeliharaan
a. Perkandangan
Jenis kandang yang ada pada daerah survey adalah yaitu kandang ganda. Hal ini sesuai Soetarno (2003), yang menyatakan bahwa kandang ganda terdiri dari dua baris kandang yang bias dibedakan, head to head atau berhadapan (artinya sapi-sapi itu saling berhadapan dan hanya dibatasi oleh sekat yang rendah), tail to tail atau berlawanan (artinya sapi-sapi itu dikandangkan dengan secara berlawanan buntut dengan buntuk dan bertolak belakang).
Bangunan kandang yang ada pada daerah survey merupakan kandang yang cukup kokoh dan sesuai dengan jumlah ternak yang dipelihara sehingga ternak tidak saling berdesakan serta sesuai dengan jumlah tenaga kerja yang ada, dalam artian bangunan kandang sesuai dengan keperluan usaha ternak sapi perah. Hal ini sesuai Anonimb (2009), yang menyatakan bahwa bangunan kandang didasarkan pada keperluan usaha sapi perah, ternak butuh akses bebas pada pakan dan air, kebebasan bergerak bagi hewan lebih muda dalam kawanan, istirahat yang menyenangkan, cahaya matahari yang cukup, tempat yang higienis, pakan yang bersih, ventilasi yang baik. Sedangkan peternak butuh rute kerja harian yang pendek, fasilitas ergonomik, akses dan pengawasan yang mudah pada ternak, disain dan peralatan yang hemat tenaga kerja, serta hewan yang bersih.
Macam kandang yang ada pada tempat survey ada 2 yaitu kandang pedet dan kandang sapi induk. Kandang pedet yang ada yaitu kandang kelompok (group pens), dimana semua pedet yang berjumlahkan 5 ekor dikandang dalam satu kandang. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonimb (2009), yang menyatakan bahwa macam-macam kandang sapi perah antara lain kandang pedet dan kandang sapi induk. Kandang pedet dibedakan menjadi kandang observasi (observasi pens), kandang individu (individual pans), kandang kelompok (group pens), kandang pedet berpindah (portable calf pens).
Kandang sapi induk atau sapi dara yang ada pada tempat survey merupakan kandang tambat (stanchion bain), jenis kandang tersebut bertingkat dan kandang tersebut membatasi kebebasan sapi bergerak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anonimb (2009), yang menyatakan bahwa kandang sapi induk atau sapi dara antara lain kandang tambat (stanchion bain), pada kandang ini kebebasan sapi bergerak sangat terbatas, sehingga kondisi sapi kurang baik. Kandang ini ada dua jenis yaitu kandang bertingkat dan kandang tunggal atau satu lantai, dengan tujuan mengurangi resiko angin topan, mengurangi resiko kebakaran, murah dan membuatnya, serta mudah perawatannya.

b. Sanitasi dan Kesehatan Ternak
Kandang dan lingkungan yang ada pada tempat survey bersih sehingga menghindarkan susu dari pencemaran oleh kotoran dan bau karena sifat susu mudah menghisap bau sekitarnya. Sebelum akan dilakukan pemerahan, lantai harus bersih, kotoran tidak dibuang didekat kandang dengan menggunakan sekop yang berbeda untuk makanan. Kandang yang bersih membuat sapi nyaman, dan peternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Soetarno (2003), yang menyatakan bahwa kebersihan kandang merupakan syarat penting bagi sapi perah perlu selalu ditekankan dan benar-benar diperhatikan. Tidak boleh ada pojok, lobang-lobang atau retak pada lantai, tempat makanan dan sebagainya yang menyebabkan menyukarkan usaha kebersihan. Pojok-pojok hendaknya dibuat agak bundar, semua lobang-lobang dan kerusakan lantai harus segera diperbaiki sehingga kandang harus diusahakan tetap bersih, kering dan bebas dari sarang laba-laba. Kandang dikapur sedikitnya setahun sekali dengan warna agak tua (kelabu) agar tidak menyakitkan mata sapi.
Pada tempat survey pertukaran udara yang ada cukup sempurna dan kandang yang ada yaitu kandang terbuka atau kandangnya tidak berdinding atau hanya berdindingkan setinggi 1,5 meter. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonimb (2009), yang menyatakan bahwa pertukaran udara di kandang perlu dijaga agar pertukaran udara di kandang sempurna. Kandang sapi perah di daerah tropis sebaiknya terbuka (tidak berdinding) kecuali di daerah pegunungan yang udaranya dingin atau anginnya kencang, kandang sebaiknya tertutup (berdinding), tetapi dapat dibuka pada siang hari agar sirkulasi udara dapat dijaga.
Pencegahan atau upaya mengatasi pencemaran lingkungan yang ada pada daerah tempat survey yaitu dengan memanfaatkan feses dengan mengolahnya menjadi pupuk kompos dan biogas. Hal ini sesuai dengan pendapat Soetarno (2003), yang menyatakan bahwa upaya-upaya pencegahan untuk mengatasi pencemaran lingkungan antara lain sebaiknya kandang sapi perah terpisah dengan tempat pemukiman atau lebih tinggi dari sekitarnya; semua kotoran dari kandang (feses dan sisa pakan) dikumpulkan di tempat berlobang yang diberi atap; air dari kandang sebelum masuk sungai harus terlebih dahulu melalui peresapan; apabila dananya memungkinkan dapat dibuat biogas; kotoran (feses) dan sisa pakan sapi perah dapat dimanfaatkan untuk membuka cabang usaha yang mempunyai masa depan yang menjanjikan berupa budidaya cacing tanah seperti yang dilakukan di negara-negara maju.
Kesehatan ternak yang ada pada lokasi praktek semuanya cukup sehat, akan tetapi ada beberapa ternak terserang penyakit diantaranya yaitu:
- Penyakit Mastitis (Radang Ambing)
Radang ambing hampir selalu merupakan radang infeksi. Berlangsung secara akut, subakut, maupun kronik, ditandai dengan adanya nanah dan warna susu menjadi warna kekuning-kuningan dengan berlendir. Hal ini sesuai Anonimd (2009), yang menyatakan bahwa gejala (pada mastitis akut) pembengkakan pada ambing, panas, keras dan terasa sakit diikuti demam, lemah dan nafsu makan hilang.
- Penyakit Bloat (Kembung Rumen)
Kembung rumen merupakan bentuk indegesti akut yang disertai dengan peninmbunan gas di dalam lambung-lambung muka ruminansia. Tanda –tanda kembung adalah pembengkakan dalam bentuk abnormal pada bagian sisi kiri dari seekor ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Pranowo (2009), yang menyatakan bahwa bloat (perut kembung) penyakit ini memang sering menyerang ternak ruminansia terutama sapi dan domba, gejala yang terjadi yaitu perut bagian kiri terlihat buncit (kembung), bila dipukul seperti ada udaranya dan empuk, nafsu makan berkurang (bahkan tidak mau makan), keluar ingus dari hidungnya, susah bernafas, badan gemetar, kalo sudah parah susah berdiri dan kaki pincang.

c. Pemberian Pakan
Pemberpian pakan dilakukan dua kali sehari setiap pagi dan sore biasanya setelah melakukan pemerahan. Jenis bahan pakan yang diberikan sebagai ransum berupa jerami jagung sebagai pengganti hijauan dimusim kemarau/ kering, dedak, dan ampas tahu. Pakan pengganti hijauan yang diberikan adalah jerami jagung. Jerami jagung sebagai pakan pengganti pakan utama karena pada saat itu musim kemarau/ kering. Sedangkan ampas tahu sebanyak 280 kg/hari dan dedak sebanyak 70 kg/hari. Pakan pengganti ini diperoleh dengan cara membeli dari perkebunan . Hal ini sesuai dengan pendapat Wahiduddin (2003), yang menyatakan bahwa jerami jagung sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan. Berdasarkan hasil survey diperoleh rata-rata produksi segar dan produksi kering jerami jagung adalah 9,74 ton/ha dan 6,82 ton/ha. Produksi bahan kering jerami jagung dalam kisaran 5,14 – 7,25 ton BK/ha dengan rata-rata produksi adalah 6,00 ton BK/ha. Berbagai cara panen jagung seperti jagung yang dipanen pada umur relatif muda, dan saat biji dan tanaman telah kering mengakibatkan terjadinya variasi produksi bahan kering jerami jagung. Jerami jagung memiliki rata-rata kualitas untuk protein kasar 6,38% serat kasar 30,19%, lemak kasar 2,81%, BETN 51,69%, abu 8,94% dan kandungan total digestible nutrient 53,12%.

d. Pemerahan
Pemerahan dilakukan dua kali sehari setiap pagi dan sore dengan cara manual. Sebelum melakukan pemerahan ternak dimandikan terlebih dahulu agar kotoran-kotoran yang melekat pada tubuh ternak dapat hilang dan tidak mengotori susu yang akan dihasilkan nantinya. Pemerahan dilakukan di kandang yang sama dengan tempat memandikan dan tempat ternak tersebut beraktifitas. Kegiatan ini dilakukan 10 pekerja. Sebelum melakukan pemerahan terlebih dahulu sapi diikat agar tidak banyak bergerak dan membersihkan ambing sapi dengan air hangat menggunakan lap khusus. Pemerahan akan berlangsung selama beberapa menit sampai aliran susu yang terlihat pada saat diperah sudah berkurang. Susu yang diperah akan tertampung pada kaleng penampung susu (milk can) yang sudah diletakkan dibawah ambing. Hal ini sesuai pendapat Zoel (2009), yang menyatakan bahwa persiapan pemerahan.membersihkan kandang dari segala kotoran, mencuci daerah lipat paha sapi yang akan diperah, memberi konsentrat kepada sapi yang akan diperah, sehingga ketika dilakukan pemerahan sapi sedang makan dan dalam keadaan tenang, membersihkan alat-alat pemerahan susu(ember dan alat takar susu) dan susu, membersihkan tangan pemerah (jika dilakukan secara manual dengan tangan), mencuci ambing dengan air bersih, kemudian melapnya dengan lap bersih, melakukan uji mastitis setiap sebelum melakukan pemerahan
Teknik pemerahan yang dilakukan di daerah survey adalah dengan cara manual. Hal ini sesuai dengan pendapat Zoel (2009), yang menyatakan bahwa Setelah tangan pemerah dan ambing dicuci bersih, pemerahan dilakukan menggunakan kelima jari tangan dengan tahapan yaitu tekan ibu jari dan jari telunjuk dengan posisi melingkari pangkal putting, sehingga susu tidak dapat kembali keputing, tekan jari tengah ke puting susu agar susu memancar keluar, tekan jari manis ke putting dan perah menggunakan tekanan yang tetap, tetapi putting jangan ditarik kebawah, akhirnya tekan jari kelingking ke putting dan perahlah dengan seluruh jari tangan sampai susu keluar semua, lepaskan tekanan tangan dari puting dengan membuka semua jari, sehingga putting berisi susu kembali. Ulangi cara tersebut menggunakan tangan yang lain, jika susu yang keluar sudah sangat sedikit, tekan ambing menggunakan siku dan periksa apakah susu telah keluar semua. Kadang-kadang menekan ambing menggunakan siku membuat sisa-sisa susu masuk kedalam puting, agar sisa-sisa tersebut keluar, perahlah puting menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, dan setelah selesai diperah, puting dibersihkan dan disemprot atau dicelupkan ke larutan disinfektan agar bakteri tidak masuk kedalam lubang puting susu.

2. Pengadaan Bibit
Pengadaan bibit (bakalan) pada peternakan sapi perah penduduk di Enrekang bertujuan untuk mempersiapkan sapi-sapi muda yang nantinya berfungsi sebagai generasi pelanjut dari sapi-sapi yang akan diafkir dan juga untuk meningkatkan produksi susu yang dihasilkan dengan melakukan seleksi dan perkawinan. Pada peternakan ini memiliki 5 ekor pedet yang didatangkan dari Pasuruan Jawa Timur. Hal ini sesuai dengan pendapat AAK (1995), bahwa perbaikan mutu sapi perah dengan cara seleksi sapi yang ada dalam kandang secara terus menerus dan seksama. Sapi-sapi yang baik saja dipertahankan. Sebaliknya sapi-sapi yang tidak produktif lagi harus disingkirkan, dikeluarkan dari kelompok yang baik (diculling). Selain dengan melakukan IB, pengadaan bibit juga dilakukan dengan membeli pedet dari peternak lain kemudian dipelihara secara intensif hingga nantinya sapi perah betina menjadi generasi pelanjut untuk menggantikan sapi perah yang sudah kurang produktif yang akan diafkir. Sedangkan sapi pejantan dapat dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi sebagai pejantan untuk menghasilkan keturunan yang lebih produktif atau sebagai ternak potong. Hal ini sesuai juga dengan pendapat Anonim (2008), Pejantan yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (a) umur sekitar 4- 5 tahun, (b) memiliki kesuburan tinggi, (c) daya menurunkan sifat produksi yang tinggi kepada anak-anaknya, (d) berasal dari induk dan pejantan yang baik, (e) besar badannya sesuai dengan umur, kuat, dan mempunyai sifat-sifat pejantan yang baik, (f) kepala lebar, leher besar, pinggang lebar, punggung kuat, (g) muka sedikit panjang, pundak sedikit tajam dan lebar, (h) paha rata dan cukup terpisah, (i) dada lebar dan jarak antara tulang rusuknya cukup lebar, (j) badan panjang, dada dalam, lingkar dada dan lingkar perut besar, serta (k) sehat, bebas dari penyakit menular dan tidak menurunkan cacat pada keturunannya. Dan sementara calon induk yang baik antara lain: (a) berasal dari induk yang menghasilkan air susu tinggi, (b) kepala dan leher sedikit panjang, pundak tajam, badan cukup panjang, punggung dan pinggul rata, dada dalam dan pinggul lebar, (c) jarak antara kedua kaki belakang dan kedua kaki depan cukup lebar, (d) pertumbuhan ambing dan puting baik, (e) jumlah puting tidak lebih dari 4 dan letaknya simetris, serta (f) sehat dan tidak cacat.

3. Pengadaan Bahan Baku Pakan
Bahan baku pakan utama yang digunakan pada peternakan ini adalah pakan pengganti berupa jerami jagung yang diperoleh dari padang rumput di sekitar areal peternakan tersebut yang ditanam sendiri. Kebutuhan jerami jagung pada peternakan sapi perah Sanusi ablibitum tiap hari tergantung daya cerna sapi perahnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahiduddin (2003), yang menyatakan bahwa jerami jagung sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan. Berdasarkan hasil survey diperoleh rata-rata produksi segar dan produksi kering jerami jagung adalah 9,74 ton/ha dan 6,82 ton/ha. Produksi bahan kering jerami jagung dalam kisaran 5,14 – 7,25 ton BK/ha dengan rata-rata produksi adalah 6,00 ton BK/ha. Berbagai cara panen jagung seperti jagung yang dipanen pada umur relatif muda, dan saat biji dan tanaman telah kering mengakibatkan terjadinya variasi produksi bahan kering jerami jagung. Jerami jagung memiliki rata-rata kualitas untuk protein kasar 6,38% serat kasar 30,19%, lemak kasar 2,81%, BETN 51,69%, abu 8,94% dan kandungan total digestible nutrient 53,12%.
Selain pemberian jerami jagung, pada peternakan sapi perah ini juga diberikan makanan penguat berupa ampas tahu dan dedak . Ampas tahu kadang diberikan dan merupakan salah satu pakan tambahan yang berasal dari sisa hasil pembuatan tahu yang kaya protein, memiliki kandungan vitamin A yang tinggi dan sangat cocok bila dikombinasikan dengan dedak yang memiliki kandungan energi metabolis yang tinggi. Hal ini sesuai pendapat Tities (2009), yang menyatakan bahwa ampas tahu merupakan hasil ikutan dari proses pembuatan tahu yang banyak terdapat di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Oleh karena itu untuk menghasilkan ampas tahu tidak terlepas dari proses pembuatan tahu. Pemanfaatan ampas tahu sangat efektif apalgi pada sapi potong pertambahan berat badan akan lebih cepat.Selain pertumbuhan lebih cepet karkasnya bisa mencapai 60% dari berat sapi hidup. Biasanya pemberianya dicampur dengan bekatul diberi air dan lebih baik lagi jika dicampur dengan ketela yang telah di cacah maka pertambahan atau pertumbuhan akan lebih optimal. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Insan (2009), yang menyatakan dedak adalah bahan makanan ternak yang telah digunakan oleh masyarakat sejak dahulu kala. Dedak dihasilkan dari proses pelepasan kulit padi atau gabah. Proses pelepasan kulit padi sering diistilahkan dengan 'menggiling' dan tempat untuk menggiling padi tersebut disebut 'penggilingan.' Pada proses menggiling padi, dihasilkan sekam, dedak, dan beras. Sekam adalah kulit padi yang bentuknya belum banyak berubah. Sedangkan dedak adalah butiran halus percampuran bagian dari kulit padi dan kulit ari beras. Dedak yang butirannya sangat halus sering disebut katul atau bekatul. Kandungan gizi dedak atau bekatul tidak selalu sama dari satu daerah dengan daerah lainnya, bahkan sering pula tidak sama antara satu penggilingan dengan penggilingan lainnya. Kandungan protein kasar dedak atau bekatul umumnya kurang dari 10% sehingga tidak bisa dijadikan satu-satunya bahan makanan bagi ternak unggas.

4. Kapasitas Produksi
Pemerahan pada sapi perah ini dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 05.30 sekitar 7 liter dan pada sore hari pukul 16.00 sebanyak 5 liter. Produksi susu total rata-rata diperoleh setiap harinya yaitu mencapai 11 liter yang didapatkan dari 11 ekor sapi betina yang laktasi, sehingga produksi rata-ratanya sekitar 121 liter/hari. Produksi susu yang diperoleh setiap harinya begitu selesai diolah menjadi dangke dan dijual senilai Rp.12.000/dangke dan total dangke yang dapat diproduksi setiap hari sekitar 40 buah. Hal ini sesuai dengan pendapat Zoel (2009), yang menyatakan bahwa beberapa jenis susu olahan yang beredar di masyarakat sebagai berikut : susu bubuk (powder milk) yang diolah dengan cara dipanaskan sehingga airnya menguap dan yang tertinggal hanya bahan keringnya saja (BK), sehingga terbentuk susu bubuk, susu kental manis, yaitu susu yang diuapkan airnya, sehingga bahan keringnya minimal tinggal 31 % dan lemak 9 % ditambah gula minimal 40%, susu skim, yaitu susu yang diambil krim atau lemaknya, filled milk, yaitu susu skim ditambah lemak tumbuhan sebagai pengganti lemak susu, susu gula minyak, yaitu susu skim ditambah gula dan minyak, mentega, yaitu krim atau lemak susu yang diolah dengan cara diputar atau diaduk dalam tong susu, keju, yaitu susu ditambah rennin (enzim didalam lambung anak hewan mamalia) dengan cara dibekukan, youghurt yaitu susu ditambah starter berupa bekteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcos thermophillus. Bakteri ini membuat rasa enak dan mempermudah usus dalam mencernanya, kefir atau susu ditambah yeast (ragi) dan bakteri asam laktat, dari atau susu ditambah papain atau enzim papaya yang diambil dari getah pepaya yang dibekukan, dan es krim, yaitu produk susu yang dibuat dari campuran susu (susu skim dan krim), gula, flavor (vanili atau coklat). Campuran tersebut kemudian dibekukan didalam alat pembuat es krim.
Sapi betina yang masih sedang laktasi di peternakan ini berjumlah 11 ekor. Akan tetapi terdapat 3 ekor sapi yang laktasi yang tidak diperah melainkan susunya digunakan untuk menyusui anaknya selama 2 bulan dan setelah pemerahan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk merangsang pertumbuhan anak sapi tersebut sehingga nantinya dapat berproduksi secara maksimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonimd (2009), yang menyatakan bahwa pemberian susu pada anak sapi akan memberikan pengaruh besar terhadap kecepatan pertumbuhan serta keadaan kesehatan secara umum anak sapi.
Masa laktasi pada betina ini biasanya berlangsung selama 10 bulan atau 305 hari dengan masa kering kandang sekitar 2 – 3 bulan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ako (2009), yang menyatakan bahwa masa laktasi yaitu masa sapi berproduksi susu (antara waktu beranak sampai masa kering). Masa laktasi ini berlangsung selama 10 bulan atau sekitar 305 hari, sedangkan masa kering itu biasanya berlangsung selama 2 bulan atau 60 hari.

5. Sarana Prasarana
Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan maka dapat diketahui sarana dan prasarana yang ada di peternakan Pak Sunusi Kab. Enrekang sebagai Berikut :
Tabel 1. Sarana dan Prasarana Usaha Ternak Sapi Perah penduduk Pak Sanusi dapat dilihat pada tabel berikut :
No. Uraian Jumlah Keadaan
1.Kandang 1 Baik
2.Drum 4 Baik
3.Gerobak 1 Baik
4.Skop 2 Baik
5.Ember Susu Stainless (Milk Can) 3 Baik
6.Karpet Kandang 4 Rusak
7.Selang 1 Baik
8.Mesin Pemerah (Miller) 1 Baik
9.Tempat Penyemprot 1 Baik
10.Mesin Pemotong Rumpu 1 Baik
Sumber : Data Primer Hasil Praktikum Produksi Ternak Perah, 2009
Berdasarkan data pada Tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa jumlah kandang pada peternakan ini cuma 1, karena belum ada pemisahan yang jelas antara sapi laktasi, sapi pejantan, sapi dara, dan pedet. Tipe kandang pemeliharaan yang digunakan oleh penduduk yaitu kandang tipe ganda. Dinding kandang berupa dinding semi terbuka yang terdiri dari sekat-sekat tembok yang tidak tertutup seluruhnya. Tempat makan dan minum terbuat dari beton yang berbentuk kotak.. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat AAK (1995), yang menyatakan bahwa dinding kandang dibedakan antara dinding pembatas sekeliling kandang dan dinding penyekat, sapi-sapi yang dipelihara secara intensif pada umumnya digunakan konstruksi dinding pembatas disekelilingnya dan dinding penyekat yang memisahkan sapi satu dengan sapi yang lainnya.
Atap kandang terbuat dari seng yang berfungsi untuk melindungi ternak dari cekaman panas dan hujan. Lantai kandang terbuat dari semen yang dibuat miring landai dengan saluran air, kemudian dialasi dengan karet mobil agar ternak tidak tergelincir. Hal ini sesuai dengan pendapat AAK (1995), yang menyatakan bahwa atap berfungsi untuk melindungi sapi dari terik matahari dan air hujan, juga berfungsi untuk menjaga kehangatan sapi yang menghuni kandang pada malam hari, serta menahan panas yang dihasilkan oleh tubuh hewan, tanpa atap kehangatan dalam ruangan kandang di malam hari tidak akan terjamin, kondisi menjadi sangat dingin karena sebagian pnas dalam ruangan akan hilang ke atas pada malam hari.
Lantai kadang pada peternakan pak Sanusi terbuat dari semen yang dilapisi oleh karpet yang dibuat miring lantai dengan saluran air. Supaya air mudah mengalir atau kering, lantai kandang harus diupayakan memilki kemiringan 2-3 cm ke arah saluran pembuangan. Hal ini sesuai dengan pendapat AAK (1995), yang menyatakan bahwa lantai sebagai tempat berpijak dan berbaring sapi sepanjang waktu harus benar-benar memenuhi syarat keras (dalam artian tahan injakan), rata, tidak licin, tidak mudah menjadi lembab. Lantai yang memenuhi syarat akan menjamin kehidupan sehingga proses fisis biologis seperti memamah biak, bernapas dan lain sebagainya akan berjalan dengan normal. Lantai yang rata dan tidak tajam akan membuat sapi dapat berdiri tegak, berbaring secara bebas, dan nyaman. Lantai yang kasar atau tajam dapat menimbulkan kulit manjadi lecet sehingga mudah dimasuki organisme atau kuman ke dalam tubuh sapi. Sebaliknya lantai yang licin, dapat menyebabkan sapi mudah tergelincir. Lantai yang selalu lembab dan becek dapat mengganggu pernapasan sapi dan menjadi sarang kuman. Agar air pembersih kandang dan air untuk memandikan sapi mudah mengalir menuju ke bak penampungan, maka lantai bagian belakang dan sekeliling kandang harus dilengkapi dengan parit dengan ukuran lebar 20 cm dengan kedalaman 15 cm. Dengan adanya parit, maka air pmbersih lantai, air untuk memandikan sapi, air kencing dam kotoran sapi mudah terkumpul dalam bak penampungan.
Sarana lain yang ada pada peternakan ini adalah dua unit mesin pemerah yang diperoleh dari hasil kerjasama dengan Dinas Peternakan setempat. Nilai investasi dari alat ini adalah Rp 60 juta. Dengan adanya mesin pemerah ini, proses pemerahan dapat berlangsung efektif dengan penggunaan waktu yang lebih efisien namun tidak dapat digunakan lagi karena telah mengalami kerusakan. Susu yang dihasilkan langsung dimasukkan ke dalam milk can. Keadaan alat ini masih sangat baik pada usia pemakaiannya sudah mencapai 10 tahun. Nilai investasi dai alat ini adalah Rp 500.000. Hal ini sesuai dengan pendapat Ako (2009), yang menyatakan bahwa pemerahan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pemerahan secara manual menggunakan tangan dengan metode dua jari atau lima jari dan pemerahan dilakukan dengan menggunakan mesin pemerah.
Selang digunakan untuk mengalirkan air pada saat memandikan, mencuci kandang, mencuci peralatan, memberi air minum, dan keperluan lainnya. Jumlahnya yaitu 1 buah dengan kondisi yang masih baik. Nilai investasi untuk alat ini adalah Rp 15.000 per meter. Gerobak yang digunakan pada peternakan ini berjumlah 1 unit dengan kondisi yang masih baik. Gerobak ini digunakan untuk keperluan mengambil dan mengangkut hijauan dari padang rumput atau daun jagung. Skop digunakan untuk keperluan sanitasi kandang, mencampur ransum, dan berbagai keperluan lainnya. Jumlah skop yang ada pada peternakan ini yaitu sebanyak 2 buah dengan kondisi yang masih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Ako (2009), yang menyatakan bahwa peralatan kandang terdiri dari sekop, ember, copper, cangkul, dll.

C. Aspek Organisasi dan Manjemen
1. Kepemilikan Usaha
Peternakan sapi perah ini merupakan usaha perseorangan yang dikelola secara sederhana dengan menggunkan tenaga kerja dari keluarga. Dalam hal ini Pak Sanusi dan Keluarga bertanggung jawab sepenuhnya terhadap jalannya usahan ini. Modal dari usaha ini berasal dari subsidi pemerintah setempat dan juga menggunakan modal sendiri. Keutungan yang diperoleh penduduk dalam hal ini Pak Sunusi dari usaha merupakan sumber penghasilan tambahan bagi keluarganya, begitu pula apabila terdapat resiko yang muncul menjadi tanggung jawab bersama (subsidi obat-obatan dan pakan). Hal ini sesuai dengan pendapat Anonima (2009), yang menyatakan bahwa aspek hukum pendirian suatu usaha peternakan mencakup beberapa hal sebagai berikut :
Dasar Hukum

♪ Keputusan Bupati Nomor 42 Tahun 2002 Tentang Izin Usaha Peternakan.
♪ Keputusan Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan nomor : 524/2829, 2830, 2831 Tahun 2002 Binus / tentang syarat-syarat teknis perusahaan peternakan ayam ras, petelur, pedaging, perusahaan peternakan sapi potong dan perusahaan sapi perah.
Tata Cara
c. Pengawasan
• Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan melaksanakan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan izin usaha peternakan.
Bimbingan dan pengawasan dapat dilakukan dalam bentuk langsung yaitu dilokasi kegiatan dan tidak langsung dapat berupa penyampaian laporan secara tertulis mengenai kegiatan peternakan oleh perusahaan peternakan.
d. Izin Prinsip
• Persetujuan prinsip diberikan kepada perusahaan peternakan untuk melakukan persiapan kegiatan fisik dan administrasi (Perijinan Lokasi, IMB, Izin Tempat Usaha/ HO, Izin tenaga Kerja Asing, UKL/UPL, Izin Pemasukan ternak, Perjanjian Kerja Sama budidaya dengan Plasma).
• Persetujuan prinsip berlaku selama jangka waktu 1 tahun dan dapat diperpanjang lagi selama 1 tahun.
• Izin Usaha Peternakan diberikan setelah perusahaan siap melakukan kegiatan produksi, selambat-lambatnya 5 hari kerja setelah diterimanya permohanan. Kepala Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan atau pejabat yang ditunjuk mengadakan pemeriksaan kesiapan perrusahaan.
• Hasil pemeriksaan disampaikan kepada Kepala Dinas Peternakan Perikanan dan kelautan sebagai dasar dibuatnya atau ditolaknya Izin Usaha Peternakan.
• Selambat-lambatnya 5 hari kerja setelah pemeriksaan kesiapan, Kepala Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan menerbitkan / menunda atau menolak Izin Usaha Peternakan.
• Pemohon membuat banding ditujukan kepada Bupati


2. Kebutuhan Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan pada peternakan penduduk dalam hal ini Pak Sanusi berasal dari keluarga sendiri yaitu Pak Sunusi sendiri sebagai insiminator, PKB (Pemeriksa Kebuntingan) dan ATK (Asisten Teknik Reproduksi), 4 orang anak kandung dan 5 orang anak angkat sebagai pemerah dan membersihkan kandang, serta istri dan seorang anak perempuannya sebagai pengolah susu menjadi dangke. Setiap pagi dan sore ke sepuluh tenaga kerjanya membersihakan kandang dan melakukan pemerahan susu sapi dan kemudian diolah oleh anak perempuan dan istrinya menjadi dangke. Hal ini sesuai dengan pendapat Ako (2009), yang menyatakan bahwa usaha peternakan sapi perah modern harus mempunyai tenaga kerja yang terampil dan berpengalaman, seorang peternak dapat memelihara 40-50 ekor sapi perah tanpa bantuan tenaga orang lain

D. Aspek Keuangan dan Kelayakan Usaha
1. Pengolahan Hasil Produksi
Produksi susu sapi perah milik pak Sanusi mampu menghasilkan air susu sebanyak 11 liter/ekor/hari. Dari sejumlah air susu ini mampu menghasilkan dangke sebanyak 4 buah dangke. Hal ini sesuai dengan pendapat Ako (2009), yang menyatakan bahwa dangke terdiri dari 3 liter susu, apabila jumlah susu sebanyak 12 liter, maka mampu menghasilkan dangke 4 buah.
Dangke merupakan makanan khas kabupaten Enrekang, yang dihasilkan dari bahan susu murni sapi perah dengan penambahan sejumlah ensim papain (getah papaya). Hal ini sesuai Anonimc (2009), yang menyatakan bahwa dangke merupakan jenis makanan yang disinonimkan dengan keju lunak. Cara buat dangke sangat gampang yaitu hanya membutuhkan getah pepaya untuk menggumpalkan protein susu.
Produksi susu yang dapat dihasilkan dalam sehari di Peternakan Rakyat milik Pak Sanusi Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang sekitar 132 liter/hari. Susu yang dihasilkan seluruhnya diolah menjadi dangke. Proses pengolahannya yaitu pertama susu di masak sampai menggumpal, untuk membantu proses penggumpalan susu biasanya digunakan getah pepaya (enzim papain). Setelah terbentuk gumpalan maka gumpalan tersebut dimasukkan dalam tempurung dan kelebihan wheynya di keluarkan dengan menekan – menekan gumpalan susu tersebut sampai memadat, setelah memadat membungkusnya dengan daun pisang. Hal ini sesuai Anonim (2007), yang menyatakan bahwa bahwa dangke sebetulnya adalah susu sapi yang dibekukan. Pembekuannya dilakukan dengan cara dimasak terlebih dahulu kemudian diberi enzim papain dari getah pepaya. Enzim inilah yang secara alamiah akan mengubah susu sapi itu menjadi padat akibat terjadinya pemisahan protein dan air. Enzim papain ini diperoleh dengan cara menggores pepaya muda sehingga getahnya keluar. Setelah susu telah menggumpal, pemberian getah pepaya dihentikan agar rasa dangke tidak berubah menjadi pahit. Usai dimasak, adonan susu siap dicetak dalam tempurung kelapa yang dibelah menjadi dua bagian.

2. Pemasaran Produksi
Pemasaran hasil produksi dari usaha Peternakan Rakyat milik Pak Sunusi Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang berupa hasil olahan susu yaitu dangke. Dangke dipasarkan atau disalurkan secara langsung kepada masyarakat sekitar tempat tinggalnya. Dangke yang biasa dihasilkan setiap harinya adalah sekitar 44 buah dan dipasarkan dengan harga Rp.12.000/buah.
Hal ini sesuai dengan pendapat Anonimb (2008), yang menyatakan bahwa dangke hasil olahannya ini, kebanyakan dipesan oleh pengelola rumah jabatan bupati, termasuk untuk melayani pesanan dari masyarakat umum. Harga perbijinya pun lumayan Rp12.000.
Selain pemasaran dangke kegiatan pemasaran yang juga dilakukan di Peternakan Rakyat milik Pak Sunusi Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang yaitu pemasaran sapi perah baik itu sapi pedet dan sapi dara bunting. Daerah yang menjadi tujuan antara lain Selayar untuk sapi dara bunting, Bantaeng dan bulukumba untuk tempat pemasaran bakalan jantan. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2007), yang menyatakan bahwa dari dua produk susu tersebut (susu dalam negeri dan susu impor) dapat diidentifikasi beberapa perbedaan yang cukup mendasar, yaitu dari sisi harga, kualitas susu, dan produktivitas sapi. Susu segar impor memiliki kualitas dan harga yang relative bersaing dibandingkan dengan susu segar dalam negeri (SSDN). Begitu pula dengan tingkat produktivitas dari sapi perahnya, di mana sapi-sapi perah luar negeri memiliki produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan sapi perah di dalam negeri.
Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan maka dapat diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 2. Analisis Finansial dan Kelayakan Usaha pada Peternakan Sapi Perah Pak Sanusi
No. Uraian Satuan Volume Harga/
Unit (Rp) Nilai (Rp)
A. PRODUKSI
1. Produksi susu Liter 36.905 12.000 147.612.000
2. Sapi Jantan Ekor
3. Sapi Betina Afkir Ekor
4. Pupuk Kandang Kg
5. Biogas 5.840.000
Total Penerimaan 153.452.000
B. Biaya
a. Biaya Variabel
1. Bakalan Ekor
2. Pakan
- Hijauan Ha 1 2.000.000 2.000.000
- Penguat
* Ampas Tahu Kg 3 600 20.088.000
* Dedak Kg 2 400 9.072.000
3. Obat-obatan dan Vitamin Unit 1 87.000 87.000
4. Tenaga Kerja HKO 5 30.000 54.750.000
5. Biaya Lain-lain 150.000
Total Biaya Variabel
b. Biaya Tetap
1. Penyusutan Bangunan % 10 7.500.000
Total Pengeluaran 93.647.000
C. Pendapatan (A-B) 59.805.000
D. R/C (A/B) 1,638
E. BEP Harga Produksi 3.229,46
F. BEP Volume Produksi 7.803,91

Sumber : Data Sekunder Hasil Praktikum Produksi Ternak Perah, 2009

Berdasarkan data pada tabel 2 diatas, maka dapat diketahui bahwa aspek keuangan dan kelayakan usaha peternakan sapi Perah Pak Rajab dan pengolahan susin berskala kecil dimana produksi susu/hari/ekor sebanyak 10 liter yang mempunyai harga jual/liter sebesar Rp. 1.700,- yang mana bias langsung dipasarkan ataupun dilakukan pengolahan lebih lanjut menjadi susin yang lebih mempunyai nilai ekonomi tinggi. Adapun jumlah ternak keseluruhan dari yaitu 12 ekor sapi perah yag terdiri atas 3 ekor sapi betina laktasi, 5 ekor sapi betina kering, 1 ekor sapi jantan dewasa dan 3 ekor pedet. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Ako (2003) bahwa besarnya usaha peternakan sapi tergantung pada luasnya lahan yang tersedia dan didaerah mana peternakan tersebut didirakan. Di Negara yang telah maju peternakannya dimana telah banyak memanfaatkan mesin, seorang peternak dapat memelihara 40-50 ekor sapi perah tanpa bantuan tenaga orang lain.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Peternakan Sapi Perah milik Pak Sanusi Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang, ditinjau dari aspek kelayakan usaha sudah memiliki kelayakan karena memiliki telah mimiliki izin usaha dan juga lokasinya cocok untuk peternakan sapi perah karena terletak pada daerah yang suhunya relatif rendah.
Ditinjau dari aspek teknis secara keseluruhan peternakan ini sudah layak karena sisitem pemeliharaannya dilakukan secara intensif sehingga sapi perah dapat memproduksi susu 60 liter/ekor/hari, serta memiliki peralatan, sarana dan prasarana yang memadai.
Ditinjau dari aspek manajemen dan organisasi peternakan, Peternakan Sapi Perah milik Pak Sanusi Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang sudah layak karena telah ada pengaturan manajemen yang jelas, serta tenaga kerja yang cukup untuk mengelola peternakan tersebut.
Ditinjau dari aspek keuangan dan kelayakan usaha, Peternakan Sapi Perah milik Pak Sanusi Dusun Talaga Kelurahan Juppandang Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang sudak layak untuk dikembangkan.
Saran
Saran untuk Usaha Peternakan ini, yaitu proses pemerahannya menggunakan mesin pemerah susu untuk mngefisienkan dan mengoptimalkan waktu, sehingga pelaksanaan kegiatan Usaha Peternakan ini dapat berjalan dengan lancar dengan menggunakan waktu yang relatif singkat dibanding menggunakan metode pemerahan secara manual.

DAFTAR PUSTAKA

AAK, 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius. Yogyakarta.
Ako, A., 2009. Bahan Ajar Ilmu Produksi Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Anonim, 2007. Mencicipi Dangke dan Pulu Mandoti. http://massenrengpulu.wordpress.com/ (Diakses tanggal 14 November 2009).

Anonima, 2008. Budidaya Ternak Sapi perah. http://budidayaternaksapiperah.co.id/ (Diakses tanggal 14 November 2009).

Anonimb. 2008. Melirik Pemanfaatan Energi Biogas di Enrekang. http://cetak.fajar.co.id / (Diakses tanggal 14 November 2009).

Anonima, 2009. Ijin Usaha Peternakan. www://cianjurkab.go.id/ (Diakses tanggal 6 Mei 2009)

Anonimb. 2009. Tren Modernisasi Perkandangan Sapi Perah. http://www.sinartani.com/ (Diakses tanggal 14 November 2009).

Anonimc¬, 2009. Dangke. http://duniamhia.blogspot.com/ (Diakses tanggal 14 November 2009).

Anonimd, 2009. Hijauan Pakan ternak : Rumput gajah. http://nusataniterpadu.wordpress.com/ (Diakses tanggal 14 November 2009).

Insan. K, 2009. Serba-serbi (Sapi Perah). http://bangkamil.wordpress.com/ ( Diakses tanggal 14 November 2009).

Pranowo, 2009. Bloat (Kembung Perut) pada Sapi. http://pranowo.hostzi.com/ (Diakses tanggal 14 November 2009).

Tities, P., 2009. Pemanfaatan Ampas Tahu Untuk Pakan Ternak. http://kulinet.com/ ( Diakses tanggal 14 November 2009).

Soetarno, 2003. Kandang dan Lingkungan. http://anakkandang.multiply.com/ (Diakses tanggal 6 Mei 2009).


Wahiduddin, 2009. Manajemen Sapi Perah pada Peternakan Rakyat. http://wah1d.wordpress.com/ (Diakses tanggal 14 November 2009).

Zoel. 2009. Beternak Sapi Perah. http://zoelonline.wordpress.com/ (Diakses tanggal 14 November 2009).

LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Volume
1. Produksi Susu
Volume Susu = Jumlah induk laktasi x rataan produksi harian x lama laktasi
= 11 ekor x 11 liter/ekor/hari x 305 hari
= 36.905 liter
Jumlah dangke = Jumlah laktasi x rataan produksi harian x lama laktasi
3
= 11 ekor x 11 liter x 305 hari
= 12.301 buah
Harga = Jumlah dangke x harga dangke
= 12.301 buah x Rp¬ 12.000
= Rp 147.612.000
2. Biogas = 2 x 8000 x 365
= 5.840.000


3. Ampas Tahu
Volume = Jumlah ternak x konsumsi/ekor
= 31 ekor x 3 kg
= 93 kg
Harga = Volume x lama produksi x harga satuan
= 93 kg x 360 hari x Rp 600
= Rp 20.088.000

4. Dedak
Volume = Jumlah ternak x konsumsi/ekor
= 31 ekor x 2 kg
= 63 kg
Harga = Volume x lama produksi x harga satuan
= 63 kg x 360 hari x Rp 400
= Rp 9.072.000
5. Hijauan = 2.000.000

6. Obat-obatan dan Vaksin
Harga = Vet Oxy LA + Vit B Komp + Obat cacing + Antibiotik
= Rp 55.000 + Rp 12.000 + Rp 10.000 + Rp 10.000
= Rp 87.000
7. Tenaga Kerja
Nilai = Jumlah tenaga kerja x upah/orang x Lama kerja
= 5 orang x Rp 30.000 x 365 hari
= 54.750.000
8. Penyusutan Bangunan
Nilai Penyusutan = 10 % x Invesasi Awal
= 10 % x Rp 75.000.000
= Rp 7.500.000


9. Pendapatan
Keuntungan = Total penerimaan - total pengeluaran
= Rp 153.452.000 - Rp 93.647.000
= Rp 59.805.000
10. R/C Ratio
R/C ratio = total penerimaan / total pengeluaran
= Rp 153.452.000 / Rp 93.647.000
= 1,638
11. BEP harga Produksi
BEP harga susu = total pengeluaran / volume produksi
= Rp 93.647.000 / 36.905 liter
= Rp 2537,51
BEP harga dangke = total pengeluaran / volume produksi
= Rp 93.647.000/ 12.301 buah
= Rp 7612,95


12. BEP volume Produksi
BEP volume = total pengeluaran / harga unit penjualan
= Rp 93.647.000 / Rp 12.000
= Rp 7612,95

Perhitungan Keuntungan yang Diperoleh dalam Sebulan
Total Pemasukan Selama Sebulan
Dik : Produksi susu selama 1 bulan = 1800 liter
1 Dangke = 1,5 liter susu
Harga 1 Dangke = Rp. 12.000,-
Dangke yang dihasilkan dalam 1 bulan = 1800 liter
1,5 liter
= 1200 dangke
Pemasukan dalam satu bulan = 1200 x 12.000
= 14.400.000
Keuntungan = Total Pemasukan – Total Pengeluaan
= 14.400.000 – 4.000.000
= 6.000.000
Total Pemasukan Selama 1 hari = 6.000.000
30
= 200.000

Lampiran 1. Koefisien Teknis
No. Uraian Satuan Unit Volume Harga/Unit (Rp) Nilai (Rp)

1. Jumlah Ternak
a. Sapi Betina Laktasi Ekor
b. Sapi Betina Kering Ekor
c. Sapi Jantan Dewasa Ekor
d. Sapi Jantan Muda Ekor
e. Sapi Dara Ekor
f. Pedet Ekor
2. Produksi
a. Produksi Susu Harian Liter
b. Lama Laktasi Hari
c. Lama Kering Kandang Hari
d. Ternak Afkir Ekor
e. Ternak Jantan Ekor
f. Pupuk Kandang Kg
3. Bakalan Ekor
4. Pakan
a. Hijauan Kg/ST
b. Penguat
# Ampas Tahu Kg
# Dedak Kg
# Jagung Kg
5. Obat-obatan dan Vitamin Unit
# Injectamin
# Antibiotik
# B12
# Ve-Okxiola
6. Tenaga Kerja Orang
7. Bangunan Unit
8. Lain-lain

Lampiran 3. Denah Lokasi Usaha

Lampiran 4. Dokumentasi

^K’ Opie Bekti^
(Koordinator Asisten)

Bapak Sanusi

(Pemilik Usaha Peternakan Sapi Perah )

Kandang Sapi Pedet andang Sapi Pejantan

Lampiran 4. Dokumentasi



PROSES PEMBUATAN DANGKE

FOTO KELOMPOK


^ Kelompok 7^


^Natalia^

LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Finansial Peternakan Sapi Perah dan Pengolahan Susu Pak Sanusi
1. Produksi Susu Harian
Volume Susu = Jumlah induk laktasi x rataan produksi harian x lama laktasi
= 11 ekor x 12 liter/ekor/hari x 305 hari
= 40.260 liter
Jumlah dangke = Volume susu : 3
= 40.260 liter : 3
= 13.420 buah
Harga = Jumlah dangke x harga dangke
= 13.420 buah x Rp 12.000
= Rp 161.040.000
2. Pakan
# Ampas Tahu
Volume = Jumlah ternak x konsumsi/ekor
= 31 ekor x 3 kg
= 93 kg
Harga = Volume x lama produksi x harga satuan
= 93 kg x 365 hari x Rp 600
= Rp 20.367.000
# Dedak
Volume = Jumlah ternak x konsumsi/ekor
= 31 ekor x 2 kg
= 63 kg
Harga = Volume x lama produksi x harga satuan
= 63 kg x 365 hari x Rp 400
= Rp 9.198.000
3. Obat-obatan dan Vaksin
Harga = Vet Oxy LA + Vit B Komp + Obat Cacing + Antibiotik
= Rp 55.000 + Rp 12.000 + Rp 10.000 + Rp 10.000
= Rp 87.000
4. Tenaga Kerja
Nilai = Jumlah tenaga kerja x upah/orang x Lama kerja
= 10 orang x Rp 30.000 x 365 hari
= 109.500.000

Lampiran 2. Parameter Teknis Investasi dan Penyusutan
# Penyusutan
1. Penyusutan Kandang
Nilai Penyusutan = 10 % x Invesasi Awal
= 10 % x Rp 75.000.000
= Rp 7.500.000
2. Penyusutan Drum
Nilai Penyusutan = 10% x Investasi Awal
= 10% x Rp. 400.000
= Rp. 40.000
3. Penyusutan Gerobak
Nilai Penyusutan = 10% x Investasi Awal
= 10% x Rp. 250.000
= Rp. 25.000
4. Penyusutan Skop
Nilai Penyusutan = 10% x Investasi Awal
= 10% x Rp. 50.000
= Rp. 5.000
5. Penyusutan Ember Susu Stainless (Milk Can)
Nilai Penyusutan = 10% x Investasi Awal
= 10% x Rp. 1.500.000
= Rp. 150.000
6. Penyusutan Karpet Kandang
Nilai Penyusutan = 10%x Investasi Awal
= 10% x Rp. 300.000
= Rp. 30.000
7. Penyusutan Selang
Nilai Penyusutan = 10% x Investasi Awal
= 10% x Rp. 225.000
= Rp. 22.500
8. Tempat Penyemprot
Nilai penyusutan = 5% x Investasi Awal
= 5% x Rp. 500.000
= Rp. 50.000
9. Mesin Pemotong Rumput
Nilai Penyusutan = 10% x Investasi Awal
= 10% x Rp. 1.500.000
= Rp. 150.000

# Pendapatan
1. BEP (Volume)
BEP Volume = Total Pengeluaran / Harga Unit Penjualan
= Rp 148.802.000 / Rp 12.000
= Rp. 12.400,167
2. BEP (Rupiah)
BEP harga susu = Total Pengeluaran / Volume Produksi
= Rp 148.802.000 / 40.260 liter
= Rp 3.696,03
BEP harga dangke = Total Pengeluaran / Volume Produksi
= Rp 146.897.000 / 13.420 buah
= Rp 10.946,13
3. R/C
R/C ratio = Total Penerimaan / Total Pengeluaran
= Rp. 161.040.000 / Rp. 148.802.000
= Rp. 1.082

Kamis, 06 Mei 2010

laporan Praktikum Abatoir

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan bangunan yang sengaja dibangun yang berfungsi sebagai tempat pemotongan hewan ternak besar seperti sapi, dll. Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan sumber daging untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani, agar mutu dan kualitas daging yang dihasilkan memenuhi standar yang telah ditentukan maka Rumah Potong Hewan harus memiliki ijin dari pemerintah setempat.
Rumah Potong Hewan memiliki konstruksi khusus yang terdiri dari beberapa ruangan, antara lain ruangan utama yaitu ruangan dimana ternak disembelih, selain itu RPH juga harus memilki sarana dan prasarana yang lengkap, peralatan , letaknya strategis atau dekat dengan pemasaran tapi harus jauh dari pemukiman penduduk agar tidak mengganggu kesehatan masyarakat.
Salah satu rumah potong hewan yang ada di sekitar kota Makassar adalah RPH Tamarunang, rumah potong ini jika ditinjau dari segi bangunan dan peralatan sudah cukup bagus dan sudah memenuhi standar nasional. Untuk mengetahui lebih jelas tentang RPH tersebut maka peserta mata kuliah Abatoir dan Teknik Pemotongan Hewan melakukan kunjungan ke RPH Tamarunang di Kab. Gowa, Sulawesi Selatan untuk melihat cara pemotongan, alat-alat yang digunakan serta bangunan-banguna yang terdapat disana.

Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilakukan praktek lapang Abatoir dan Teknik Pemotongan Ternak mengenai kunjungan ke Rumah Potong Hewan adalah untuk melihat secara langsung kondisi bangunan Rumah Potong Hewan Tamarunang, untuk membandingkan Rumah Potong Hewan Tamarunang dengan Rumah Potong Hewan yang disaksikan pada film dokumenter atau yang diterima diperkuliahan dan untuk mengetahui pemanfaatan Rumah Potong Hewan Tamarunan bagi masyarakat setempat.
Kegunaan diadakan praktek lapang Abatoir dan Teknik Pemotongan Ternak mengenai kunjungan ke Rumah Potong Hewan Tamarunang adalah agar mahasiswa dapat melihat secara langsung alat-alat pemotongan hewan dan membandingkannya dengan Rumah Potong Hewan yang disaksikan difilm dokumenter perkuliahan.

Waktu dan Tempat
Praktikum Abatoir dan Teknik Pemotongan Ternak dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 26 April 2008, pukul 07.00 WITA, bertempat di Rumah Potong Hewan Tamarunang Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan

HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah dan Tujuan Berdirinya Rumah Potong Hewan Tamarunang
Rumah Potong Hewan (RPH) Tamarunang terletak di Kabupataen Gowa yang dibangun pada tahun 2000 atas bantuan dari luar negeri dengan anggaran dana sebanyak 5 miliar. Jika ditinjau dari segi peralatan dan fasilitas maka dapat disimpulkan bahwa RPH ini merupakan salah satu RPH moderen dari 10 RPH moderen yang ada di Indonesia. RPH ini diresmikan oleh presiden saat itu, yaitu Ibu Megawati Soekarno Poetri pada tahun 2001. RPH ini didirikan dengan tujuan agar masyarakat dapat mengkonsumsi daging secara aman, sehat, utuh, dan halal.
Keadaan geografis RPH Tamarunang sangat mendukung berjalannya rumah potong tersebut, karena pada umumnya sapi yang dipotong di Rumah Potong Hewan Tamarunang yaitu sapi bali umumnya sapi bali yang dipotong berasal dari Kab. Gowa dan sekitarnya termasuk Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara dan Flores. Walaupun dirancang dan dibangun secara modern tetapi RPH ini kurang disambut oleh konsumen karena konsumen atau masyarakat menganggap bahwa daging yang dilayukan adalah daging sisa.
.
B. Bangunan-Bangunan Rumah Potong Hewan Tamarunang
Adapun bangunan-bangunan yang ada di RPH Tamarunang, terdiri atas dua bagian, yaitu bangunan utama dan bangunan penunjang. Bangunan utama terdiri atas dua yaitu 1). Bangunan induk yang terdiri atas ruang pemotongan (Killing Box, rel sistem), ruang pengolahan kulit kepala dan kaki, ruang penanganan jeroan merah (jantung, paru-paru, dan limpah), ruang laboratorium dan peralatan, ruang penanganan jeroan hijau (Rumen, retikulum, omasum, abomasum dan usus), ruang chilling (pelayuan), ruang boneless dan ruang karyawan. 2). Kandang penampung, kandang isolasi dann terdapap gang way yang menuju bangunan induk. Bangunan penunjang yang terdiri atas, kantor, kantin, rumah dinas 3 unit, bengkel, ruang pembakaran, ruang genset, instalasi air, garasi dan mushollah. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2008), yang menyatakan bahwa suatu RPH harus dilengkapi bangunan utama, kandang penampung dan kandang isolasi, dimana setiap bangunan tersebut dirancang sedemikian rupa untuk menghasilkan daging yang higienis serta masing-masing bangunan dilengkapi dengan saluran limbah dan sumber air yang cukup selama pemotongan.
1. Bangunan utama
Bangunan utama pada suatu RPH terdiri dari dua bagian yaitu daerah kotor dan daerah bersih. Daerah kotor terdiri dari pemingsanan, tempat pemotongan, ruang jeroan dan ruang pemeriksaan postmortem sedangkan daerah bersih terdiri dari ruang penimbangan karkas, ruang pelayuan, ruang pembagian karkas dan ruang pengemasan pengemasan.
2. Bangunan Penunjang
Bangunan penunjang sebuah RPH terdiri dari kantor administrasi, kandang karantina/isolasi, kandang penampung, rumah pegawai, mushollah, sarana penanganan limbah. Ruang pembakaran, kamar mandi dan WC, tempat parkir, Gardu listrik dan rumah jaga.
.
C. Peralatan dan Tenaga Kerja.
- Peralatan
Adapun peralatan-peralatan yang digunakan dalam proses pemotongan yaitu :
• Pisau causer knife adalah pisau yang digunakan untuk menyembelih ternak yang terbuat dari stainless steel.
• Pisau Skinning adalah pisau yang digunakan untuk pengulitan kulit.
• Pisau Bonning adalah pisau yang digunakan untuk pemisahan daging dari tulang dan juga membagi-bagi daging menurut jenisnya.
• Slasser adalah alat digunakan untuk melepaskan jeroan bagian dalam.
• Servener adalah alat digunakan untuk mengasah pisau.
• Beef hanger merupakan alat yang digunakan untuk mengangkat sapi yang telah dipotong
• Karkas hanger adalah alat digunakan untuk menggantung karkas.
• Hook mode T, digunakan untuk menarik jeroan.
• Perenggang paha merupakan alat yangdigunakan untuk merenggangkan paha saat digantung
• Skop stainless steel, digunakan untuk mengambil/mengangkat kotoran
• Stabilizier, digunakan menetralisasikan pisau
• Hand saw, alat pemotongan bagian dada secara manual
• Electrical saw adalah alat yang digunakan untuk membelah bagian dada secara elektrik
• Timbangan yang dilengkapi dengan skala pembaca merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui berat karkas/daging.
• Gerobak untuk mengangkut daging.
Sedangkan perlengkapan-perlengkapan yang dibutuhkan para pekerja daerah bersih dan daerah kotor, yaitu pakaian kerja dimana warna putih untuk daerah bersih dan warna kuning untuk daerah kotor, dan juga dilengkapi dengan sepatu boot, helm, dan kaos tangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2008), yang menyatakan bahwa persyaratan peralatan sebuah RPHdan perlengkapan karyawan yaitu semua peralatan yang digunakan harus terbuat dari stainless steel dan tidak bersifat korosif, tidak toksik, mudah dibersihkan dan dirawat, sedangkan pekerja-pekerja harus memenuhi standar perlengkapan karyawan yaitu pakaian kerja khusus dari bahan plastik, dilengkapi dengan tutup kepala, penutup hidung atau masker dan sepatu boot yang semuanya harus mudah dibersihkan dan berwarna mudah agar kotoran dapat jelas terlihat.
-Tenaga Kerja
Jumlah tenaga kerja pada Rumah Potong Hewan Tamarunang sekitar 5 orang, yang terdiri dari 2 orang dokter hewan, dan selebihnya adalah karayawan yang bertugas didalam maupun diluar proses pemotongan. Kebanyakan tenaga kerja berasal dari sekitar Rumah Potong Hewan tersebut.
.
D. Proses Pemotongan
Proses pemotongan yang dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) Tamarungang, yaitu pertama-tama dilakukan pemeriksaan antemortem oleh dokter hewan, setelah dinyatakan sehat oleh dokter hewan lalu dimasukkan ke dalam killing box. Setelah proses pemotongan sudah selesai kemudian kaki ternak yang sudah disembeli diangkat dengan big hanger untuk dilakukan pengulitan, setelah itu dimasukkan ke ruang kotor untuk mengeluarkan jeroan hijau kemudian di timbang, setelah ditimbang apakah nantinya karkas yang segar masuk ke ruang pelayuan atau masuk keruang boneless. Menurut Anonim (2008), bahwa prosedur pemotongan yaitu :
1). Persiapan sebelum pemotongan
2). Stunning atau immobilization
3). Penyembelihan (Bleeding)
4). Pengulitan (Skinning)
5). Eviceration
6). Pembelahan (Spliting)
7). Trimming
8). Inpection
9). Pencucian
10). Penimbangan dan grading
Menurut Soeparno (1992), bahwa teknik pemotongan ternak terdiri atas dua yaitu teknik pemotongan secara langsung dan teknik pemotongan tidak langsung, dimana di Indonesia melakukan teknik pemotongan secara langsung yaitu dengan memotong pada bagian vena karotis, vena jugularis dan oesophagus.



E. Produk-produk Sampingan (By Product)
Dalam suatu Rumah Potong Hewan (RPH) pasti menghasilkan limbah dari hasil pemotongan, yang dimanfaatkan menjadi produk sampingan. Adapun produk samping utama dihasilkan oleh RPH Tamarunang adalah pupuk kompos yang dibuat atau bahan dasarnya berasal dari kotoran hewan dan isi rumen. Pengolahan ini dilakukan sendiri dengan menggunakan sistem anaerob, dimana limbah atau kotoran ternak di tampung pada suatu wadah (bak) lalu diendapkan dan air dari endapan ini dialirkan pada suatu wadah (bak) yang diberi ikan untuk mengetahui apakah limbah ini tidak membahayakan bagi ekosistem yang ada di sekitar Rumah Potong tersebut. Kompos yang di hasilkan kemudian dapat di pasarkan dan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik.
.
F. Pemasaran Produk
Rumah Potong Hewan (RPH) Tamarunang biasanya memotong 15 ekor per hari dan pada hari raya biasanya 25 ekor per hari. Ternak yang dipotong biasanya berasal dari Gowa, Flores, Nusa Tenggara, dan Sulawesi Tenggara. Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa segmen dasar atau target konsumen berasal dari daerah Gowa kemudian Sulawesi Tenggara dan Flores. Hal ini dapat membuktikan bahwa RPH Tamarunang dapat menyediakan daging pada dearah-daerah yang memiliki permintaan daging yang cukup tinggi, sehingga RPH Tamarunang memiliki segmen pasar untuk memasarkan daging/karkas hewan potong.
Ditinjau dari letak atau lokasi RPH Tamarunang, dapat diketahui bahwa letaknya sudah strategis terutama dari segi pemasaran karena tempatnya mudah dijangkau oleh masyarakat atau konsumen, transportasi lancar, jauh dari pusat kota. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2008), bahwa syarat lokasi suatu Rumah Potong Hewan adalah tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) atau Rencana Detai Tata Ruang (RDTR), tidak berada diwilayah padat penduduk serta letaknya lebih rendah dari pemukiman, tidak menimbulkan gangguan lingkungan atau pencemaran, tidak berada di dekat industri kimia dan logam, tidak dekat dengan lokasi banjir, bebas dari asap, bau, debu, dan kontaminasi lainnya. Hal ini juga didukung oleh Kotler (1997), bahwa suatu barang atau produk yang dipasarkan harus memperhatikan beberapa hal diantaranya, produk yang akan dipasarkan harus berada dekat dengan konsumen, bersifat umum, dapat diterima oleh konsumen dan bernilaii efektif dan efisien.
Pemasaran dari produk samping hasil pemotongan ternak dapat dipasarkan ke tempat pakan ternak seperti tepung tulang, tepung darah, kulit, lemak dan lain-lain. Adapun pupuk kompos dari ternak dapat digunakan untuk menyuburkan tanaman. Pemasarannya akan lebih mudah apabila produk samping itu dikemas secara baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Kotler (1997), bahwa manajemen pemasaran yang baik adalah harus memperhatikan penampakan dari produk yang akan dipasarkan.
.
G. Manfaat Rumah Potong Hewan Bagi Masyarakat Masyarakat
Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan tempat untuk pengolahan ternak menjadi daging yang dibangun oleh pihak pemerintah maupun pihak swasta, dimana di RPH dibangun agar dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yang mengkonsumsi hasil produk yang dihasilkan oleh Rumah Potong Hewan tersebut. Adapun manfaat RPH bagi masyarakat yaitu menyediakan daging yang sehat aman, utuh dan halal, menciptakan lapangan kerja secara tidak langsung dapat meningkatkan pendapatan dan juga sebagai sumber pendapatan daerah. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2008), bahwa RPH sangat penting dalam menghasilkan daging yang halal dan amam, untuk mengendalikan kesehatan ternak, sebagai tempat transaksi yang efektif yang berfungsi sebagai pasar hewan dan juga sebagai alternatif pendapatan daerah (PAD).

PENUTUP


Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang diperoleh, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
• Rumah Potong Hewan Tamarunang sudah memenuhi syarat dari segi pembagian bangunan yaitu dibagi menjadi dua daerah, yaitu daerah kotor dan daaerah bersih.
• Rumah Potong Hewan Tamarunang masih menggunakan cara tradisional/langsung, sedangkan di luar negeri proses pemotongannya secara tidak langsung yaitu dilakukan dengan menggunakan mesin
• Rumah Potong Hewan bermanfaat untuk menyediakan daging segar yaitu aman, sehat, utuh, dan halal baik konsumen, dan dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.
• Rumah Potong Hewan Tamarunang masih belum bisa dikatakan layak karena belum memenuhi semua persyaratan untuk sebuah Rumah Potong Hewan.
.
Saran
1. Untuk RPH
Sebaiknya RPH Tamarunang menggunakan alat-alat yang ada, agar proses pemotongan dapat berjalan dengan lancar dan cepat sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan serta memperolah daging yang aman, sehat, utuh dan halal.
2. Untuk Asisten
Sebaiknya tiap-tiap asisten mengambil alih masing-masing kelompok untuk melakukan pengamatan kepada setiap bagian dari RPH dan alat-alat yang digunakan karena kalau bergerombol banyak praktikan yang main-main.
3. Untuk Laboratorium
Sebaiknya laboratorium menyiapkan alat-alat yang baik dan berkualitas agar praktikan mampu untuk melaksanakan proses praktikum dengan lancar.










DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008. Bahan Ajar Abatoir dan Ilmu Teknik Pemotongan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.

Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran. PT. Dadi Kayana Abadi, Jakarta.

Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogjakarta.


Lampiran : Denah Bangunan RPH Tamarunang















Keterangan :

1. Pos Jaga
2. kantor
3. Rumah dinas
4. Mushallah
5. Bangunan Utama
6. Kandang Penampung
7. Ruang pembakaran
8. Gedung Pengobatan
9. Kandang isolasi
10. Tempat Sampah
11. Bangunan Biogas
12. Kantin
13. Bengkel
14. Garasi
15. Kolam
16. Tempat pengolahan limbah



DOKUMENTASI





































RUANG PEMOTONGAN






















BIG HANGER




















KILLING BOX

BANGSA-BANGSA KAMBING PERAH DAN KERBAU PERAH

BANGSA-BANGSA KAMBING PERAH
DAN KERBAU PERAH

A. Bangsa-bangsa Kambing Perah
1. Kambing Nubian
Asal; Afrika Timur Laut, sepanjang jalur pantai Laut Tengah.
Ciri-ciri Umum :
- Kakinya besar, telinga panjang dan menggantung.
- Produksi susu; 1 – 1,5 kg/hari, kadang-kadang 2 kg/hari.
- Produksi susu per tahun + 120 – 140 kg dalam 2 masa laktasi.
- Jantan dan betina tidak bertanduk.
- Jantan berjenggot
- Warna bulu; hitam, merah, dan putih.
- Berat badan; 27 – 60 kg
- Tinggi bahu; 70 – 80 cm.
- Betina mempunyai ambing yang sangat besar.
2. Kambing Maradi
Asal; Sokoto, Nigeria Utara.
Ciri-ciri Umum :
- Kambing padang pasir, tahan panas dan lingkungan kering.
- Produksi susu; 0,5 kg/hari di musim kemaraudan 1,5 kg/hari di musim hujan.
- Jantan dan betina bertanduk pendek.
- Bulu berwarna merah atau coklat tua dan sangat halus.
- Berat badan; 20 – 30 kg
- Masa laktasi 100 hari.
- Kelahiran anak 3 – 4 kali dalam 2 tahun.
3. Kambing Somali Arab
Asal; Arap.
Ciri-ciri Umum :
- Produksi susu; 1 – 2 kg/hari.
- Ukuran tubuh kecil.
- Berambut panjang, berbulu coklat.

4. Kambing Damascus
Asal; India, banyak dipelihara di Libanon, Syria dan pulau Cyprus.
Ciri-ciri Umum :
- Cocok untuk dataran rendah dengan penggembalaan yang subur, tidak cocok untuk dataran tinggi (pegunungan).
- Produksi susu; 2 – 6 liter/ekor/hari.
- Satu kali masa laktasi (8 bulan) bisa menghasilkan susu antara 300 – 800 liter/ekor.
- Warna bulu; merah atau merah putih.
- Berat dewasa; 40 – 60 kg
- Tinggi badan; 70 – 75 cm.
- Telinga menggantung
5. Kambing Mamber
Asal; Syria (kambing pegunungan).
Ciri-ciri Umum :
- Bulunya hitam dan panjang.
- Telinga menggantung.
- Berat badan; 20 – 40 kg
- Produksi susu 1,5 kg/ekor/hari, satu kali laktasi sekitar 500 kg/ekor.
- Melahirkan satu kali per tahun dan jarang kembar.
6. Kambing Jamnapari (Kambing Ettawa)
Asal; India.
Ciri-ciri Umum :
- Telinga panjang (+ 30 cm) dan menggantung berbulu lebat.
- Hidung melengkung cembung.
- Jantan berjenggot dan rahang bawah menonjol.
- Kaki panjang dan berambut panjang pada garis belakang kaki.
- Warna bulu; putih, coklat dan hitam.
- Berat jantan; 68 - 91 kg. Tinggi badan; 91 - 127 cm.
- Induk melahirkan sekali setahun dan umumnya satu anak.
- Produksi susu 3,8 kg/ekor/hari maximum 568 kg/ekor/laktasi, rata-rata 235 kg/ekor/laktasi selama 261 hari/laktasi.
- Berat karkas 44 – 45 % dari berat badan.
- Di Indonesia disilangkan dengan kambing kacang atau Jawa Randu.
7. Kambing Beetal
Banyak di India dan Pakistan.
Ciri-ciri Umum :
- Hampir sama dengan Kambing Jamnapari, hanya telinganya lebih pendek dan hidungnya lebih melengkung.
- Warna bulu merah dengan bercak-bercak putih.
- Jantan berjenggot sedang betina tidak.
- Produksi susu maksimum 4,5 kg/ekor/hari rata-rata 195 kg/ekor/laktasi selama 224 hari/laktasi.
- Melahirkan sekali setahun dan sering kembar.
8. Kambing Osmenabad
Asal; India.
Ciri-ciri Umum :
- Berat badan jantan 40 kg
- Produksi susu 2 kg/ekor/hari.
- Induk sering melahirkan kembar.
9. Kambing Barbari
Asal; India Utara dan Pakistan Barat.
Ciri-ciri Umum :
- Warna bulu bercak-bercak putih dan coklat muda.
- Tinggi bahu pada jantan 66 – 76 cm, pada betina 60 – 71 cm.
- Berat dewasa; 27 – 36 kg
- Betina melahirkan kembar 2 dan 3, dan dalam 2 tahun bisa melahirkan 3 kali.
- Produksi susu 144 kg/ekor/laktasi selama 235 hari/laktasi.
10. Kambing Malabar
Asal; Malabar Utara dan India Barat bagian Selatan.
Ciri-ciri Umum :
- Warna bulu; hitam, coklat, putih atau campuran dari warna tersebut.
- Berat dewasa; 36 – 40 kg
- Produksi susu rata-rata 105 kg/ekor/laktasi selama 185 hari/laktasi.



11. Kambing Kamori
Asal; Pakistan.
Ciri-ciri Umum :
- Telinga menggantung.
- Warna bulu; coklat dan hitam bercak-bercak abu-abu.
- Ambingnya bagus bisa menghasilkan susu 2 – 4 kg/ekor/hari.
- Sering melahirkan kembar.
12. Kambing Ma Tou
Asal; Cina Tengah.
Ciri-ciri Umum :
- Berat badan jantan + 37 kg, betina antara 20 – 45 kg.
- Produksi susu 1,5 kg/ekor/hari.
- Jantan dan betina bertanduk.
- Warna bulu putih.
- Bisa melahirkan 2 kali setahun.
- Sering melahirkan kembar 2 atau 3.
13. Kambing Saanen
Asal; Swiss.
Ciri-ciri Umum :
- Produksi susu + 800 kg/ekor/laktasi selama 250 hari/laktasi.
- Di Indonesia produksi susu mencapai 3 – 5 liter/ekor/hari.
- Kepala kecil lancip, leher panjang dan halus.
- Warna bulu; putih, krem pucat dan bercak-bercak hitam pada hidung, telinga dan ambing, dan bulunya pendek.
- Kaki lurus dan kuat.
- Telinga kecil dan pendek, tegak ke arah depan dan samping.
- Sering tidak bertanduk. Ambing dan putting besar.
- Sering mlahirkan kembar.
- Di Indonesia baik dipelihara di daerah pegunungan yang hawanya dingin karena cukup peka terhadap matahari.
14. Kambing Alpen
Asal; Alpen di Australia, dikembangkan di Inggeris.
Ciri-ciri Umum :.
- Produksi susu rata-rata 4,5 kg/ekor/hari.
15. Kambing Toggenburg
Asal; Swiss.
Ciri-ciri Umum :
- Jantan dan betina tidak bertanduk.
- Warna bulu; coklat atau coklat kelabu kuning dengan bercak-bercak putih atau krem.
- Leher tegak, tipis dan panjang.
- Telinga berujung ke muka.
- Berjenggot
- Ambing besar, bentuknya simetris.
- Produksi susu rata-rata 3 liter/ekor/hari.

B. Bangsa-bangsa Kerbau Perah
1. Kerbau Murrah
Bangsa kerbau ini termasuk paling penting di India dan beberapa negara, terdapat pula di Indonesia yang dipelihara di Sumatra Utara oleh orang-orang keturunan Sikh, India. Terdapat pula peranakan kerbau Murrah di Jawa Tengah hasil persilangan dengan kerbau rawa.
Asal; India di negara bagian Haryana, Punyab dan Delhi.
Ciri-ciri Umum :
- Efisien menghasilkan susu yaitu 1400 – 2000 kg/ekor/laktasi selama 9 – 10 bulan dengan kadar lemak 7 – 8 %.
- Kepalanya relatif kecil dibandingkan dengan badannya yang relatif besar.
- Bentuk badan pada betina kecil dibandingkan dengan jantan yang besar dan kasar.
- Bobot badan pada jantan dewasa 450 – 800 kg dan betina 350 – 700 kg.
- Tinggi pundak pada jantan dewasa 142 cm dan betina 133 cm.
- Telinga kecil, tipis dan tergantung.
- Tanduk pendek melingkar ke arah atas dan ke belakang.
- Leher pada jantan panjang sedangkan pada betina ramping.
- Dada lebar, kaki pendek, lurus dan kuat dengan kuku besar dan hitam.
- Ambing pada betina besar, dan bertuknya baik serta mempunyai pembuluh darah balik (vena) yang menonjol.
- Puting ambing bentuknya simetris dan panjang serta jaraknya baik.
- Ekor panjang dan ramping sampai mencapai persendian tarsus (pergelangan kaki) dan biasanya ujung rambut ekornya berwarna putih.
- Kulit umumnya berwarna hitam, tipis, lunak dan mudah dilipat dengan rambut/bulu sedikit pada saat kerbau dewasa.

2. Kerbau Nili - Ravi
Sebelum tahun 1938 Nili dan Ravi dianggap sebagai bangsa yang berbeda serta merupakan varietas bangsa kerbau Murrah, tetapi sejak tahun 1960 dua bangsa kerbau tersebut karena memiliki ciri-ciri yang sama dianggap satu bangsa yaitu Nili-Ravi. Bangsa kerbau ini merupakan salah satu kerbau yang terbaik produksi susunya setelah kerbau Murrah. Produksi susu kebau Nili-Ravi hampir sama dengan produksi susu kerbau Murrah.
Asal; .
Ciri-ciri Umum :
- Kepala panjang, cungur yang baik dan lubang hidung yang lebar.
- Kepala bulat dan cembung bagian atasnya, berlekuk diantara kedua matanya, dengan tulang hidungnya yang menonjol.
- Tanduk kecil tetapi lebar, tebal dan melingkar lebih rapat dari kerbau Murrah.
- Pada kepala dan mukanya terdapat rambut yang lebih kasar dari rambut bagian badan lainnya dan dagunya menonjol.
- Leher pada jantan padat dan kuat, sedang pada betina panjang, ramping dan baik.
- Ekornya panjang sampai rambut ekornya mencapai tanah.
- Warna kulit hitam tetapi didapatkan pula yang berwarna coklat.
- Terdapat warna putih pada dahi, muka, cungur, kaki dan rambut ekor.
- Bobot badan jantan dewasa rata-rata 600 kg dan pada betina 450 kg.
- Ambing besar dan bentuknya simetris, putting panjang dan berjarak sama.
- Pembuluh darah ambing panjang berkelok-kelok dan menjolok.
- Produksi susu + 1600 kg/laktasi selama 250 hari/laktasi.



3. Kerbau Mehsana
Kerbau Mehsana adalah hasil perkawinan silang antara kerbau Surti dan Murrah, karena ciri-cirinya sama seperti kedua bangsa kerbau tersebut.
Asal; Daerah Gujarat dan bagian dari Maharashtra, India.
Ciri-ciri Umum :
- Bobot badan dewasa berkisar 350 – 550 kg, badannya dalam dan kaki relatif pendek. Jantan lebih berat dari pada betina.
- Tanduk melengkung bervariasi dari bentuk sabit sampai melingkar.
- Leher panjang dan ramping.
- Ambing pada betina bentuknya simetris, putting sedikit tebal, panjang.
- Produksi susu bervariasi dari 1300 – 1800 kg/laktasi selama 300 hari/laktasi.
- Kulit tipis, lunak dan mudah dilipat serta warna umumnya hitam.
- Jinak mudah diprlihara dalam kanadang maupun di padang penggembalaan.

4. Kerbau Surti
Kerbau Surti dikrnal pula dengan nama Desi, Nadiadi, Deccani atau Gujarati.
Asal; Di Daerah Negara bagian Gujarat yang terletak antara sungai Sabarmati dan sungai Mahi di India.
Ciri-ciri Umum :
- Bentuk badannya baik dan besarnya medium.
- Tanduk berbentuk sabit, pada betina lebih kecil sedang pada jantan besar dan kuat. Didapat pula tanduk yang memanjang ke belakang sejajar dengan leher atau tanduknya mengarah ke bawah dank e belakang dengan ujung membelok ke atas membentuk kait.
- Kepala panjang sedikit lebar dan bulat di antara ke dua tanduk.
- Ekor agak panjang, ramping dan lentur, kerapkali rambut ekornya berwarna putih.
- Ambing bentuknya baik, puting medium dan terletak dalam segi empat, pembuluh darah ambing banyak dan menjolok.
- Kulit agak tebal, tetapi masih dapat dilipat, lunak dan licin dengan rambut yang jarang.
- Kulit ambing lebih lunak dan berwarna merah muda.
- Warna kulit badan hitam atau cokat tembaga.
- Produksi susu bervariasi antara 1590 – 1730 kg/laktasi selama 10 bulan.
- Kadar lemak susu tinggi 7,8 – 10,5 % dengan rata-rata 8,9 %.

5. Kerbau Zaffarabadi atau Jafarabadi
Kerbau ini merupakan hewan yang kuatdan padat.
Asal; Pada mulanya didapatkan dihutan Gir daerah negarabagian Gujarat sekitar kotaZaffarabad.
Ciri-ciri Umum :
- Dahi cembung.
- Tanduknya panjang dan berat, berkerut serta tergantung, ujung melengkung ke atas. Bentuk tanduk ini merupakan cirri khas kerbau Jafarabadi.
- Telinga besar dan tergantung.
- Leher tebal dan lebar.
- Badan panjang, lebar dan gemuk.
- Bergelambir dan dada padat.
- Bobot badan dewasa pada jantan rata-rata 590 kg, dan betina 454 kg.
- Badan umumnya berwarna hitam, tetapi kadang-kadang didapatkan tanda-tanda putih pada muka dan kaki di bawah lutut.
- Ambing bentuknya baik dan lebar, produksi susu bervariasi antara 1800 – 2700 kg/laktasi.